Kemitraan Pertahanan
Kerja Sama Pertahanan Indonesia-Australia
1947
Indonesia memilih Australia sebagai perwakilannya di Komite Jasa Baik PBB. Pasukan penjaga perdamaian Australia pertama dikerahkan ke Indonesia di bawah mandat PBB untuk memantau gencatan senjata Belanda-Indonesia. Selama perjuangan kemerdekaan itulah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibentuk.
1950-an
Hubungan pertahanan formal bilateral kami dimulai ketika Australia mengirim Atase Pertahanan pertamanya ke Indonesia.
1961-62
Mayor (kemudian Mayor Jenderal) Tambunan adalah pelajar Indonesia pertama di Army Staff College Queenscliff.
1963
Letnan Kolonel Colin East adalah pelajar asing pertama yang menghadiri Sekolah Staf Tentara Indonesia.
1968
Awal mulanya Defence Cooperation Program (DCP) yang formal. Dekade berikutnya Indonesia menjadi, setelah Papua Nugini, penerima bantuan militer Australia terbesar. Fokus awal DCP adalah menyediakan peralatan seperti pesawat terbang Nomad dan kapal patroli.
1970-an
Kelompok besar teknisi dan pilot Angkatan Udara Indonesia menjalani pelatihan jangka panjang (12 bulan+) di pangkalan Royal Australian Air Force (RAAF) di Williamtown, New South Wales, untuk mendukung pemberian hadiah pesawat Sabre Australia kepada TNI. Sebuah detasemen teknisi, insinyur, dan awak udara RAAF mendukung pengenalan Sabre ke dalam layanan TNI di Pangkalan Angkatan Udara Iswahyudi. Detasemen bekerja di Iswahyudi selama lebih dari 12 bulan.
1974
Pertukaran kadet pertama terjadi antara Royal Military College Duntroon dan Akademi Militer Indonesia, yang saat itu dikenal sebagai AKABRI.
1975
TNI-AU berkontribusi pada evakuasi Darwin setelah di terjang Topan Tracy dengan penugasan pesawat terbang C-130.
1977-1981
Operasi Cendrawasih. Australia melakukan survei udara dan darat di provinsi Papua Barat atas undangan pemerintah Indonesia. Ini adalah salah satu dari beberapa operasi survei yang dilakukan oleh Angkatan Pertahanan Australia (ADF) di Indonesia, tetapi merupakan yang pertama yang menggunakan kemampuan survei udara dari RAAF. Operasi survei lainnya dilakukan di Sumatera, Kalimantan dan Maluku.
1980-an
Dekade ini melihat pergeseran ke arah penggunaan DCP untuk mengembangkan kemampuan, dengan peningkatan penekanan pada pelatihan dan pertukaran. Tinjauan Strategis 1993 menyatakan bahwa “Prioritas harus diberikan pada pelatihan dan kegiatan yang menumbuhkan jalinan pribadi dan pemahaman jangka panjang di semua tingkatan, berkonsentrasi, jika memungkinkan, pada calon pemimpin.”
2002
Bom Bali mengantarkan era peningkatan kerja sama dalam penanggulangan terorisme.
2004
ADF menyumbang operasi Bantuan Kemanusiaan/Penanggulangan Bencana sebagai respons terhadap tsunami Boxing Day di Aceh.
2006
Perjanjian Lombok ditandatangani oleh para menteri luar negeri, dengan penekanan pada dukungan Australia untuk integritas wilayah Indonesia.
2009
Komandan ADF (CDF) dan Komandan TNI menandatangani Pernyataan Bersama tentang Kerja Sama Pertahanan Indonesia-Australia.
ADF memberikan bantuan untuk operasi pemulihan setelah gempa Padang 2009.
2010
Patroli terkoordinasi pertama antara Indonesia dan Angkatan Laut Australia dilakukan.
2011
Ikahan Alumni Pertahanan Australia-Indonesia didirikan.
2012
Pengaturan Kerja Sama Pertahanan dibentuk, menetapkan kerangka kerja formal untuk hubungan pertahanan bilateral yang sedang berlangsung.
2013
Operasi Shearwater dilaksanakan. Ini adalah operasi patroli penyelundupan manusia gabungan / multi-agen pertama yang melibatkan RAAF, TNI-AU, Komando Perbatasan, dan Badan Keamanan Maritim Indonesia (Bakorkamla, seperti yang dikenal pada saat itu). Selain itu, pertemuan Komite Tingkat Tinggi Australia-Indonesia pertama diadakan, diprakarsai oleh Indonesia.
2014
Pengaturan Dukungan Logistik Bersama antara ADF dan TNI ditandatangani.
Kesepakatan Bersama tentang kerja sama intelijen ditandatangani.
2018
Pengaturan Kerja Sama Pertahanan diperbarui.